MEDAN (Batavian Oke):
Akibat tertundanya rapat membahas kasus Studio Film Sunggal bersama Komisi A dan C DPRD Sumut kalangan seniman kecewa. Rapat Rabu (20/04) namun karena DPRD Sumut sedang tugas keluar akhirnya rapat yang dijatwalkan hadir Plt Gubernur Sumut dan Kapoldasu terpaksa ditunda.
Mereka hanya diterima anggota DPRD SU Raudin Purba (PKS).
“Saya, secara pribadi mohon maaf, karena rapat ditunda karena anggota DPRDSU sedang menjalankan tugas diluar kota,” ungkapnya.
“FPKS berjanji akan berupaya mengikutsertakan perwakilan insan film untuk ikut dalam rapat gabungan yang akan diagendakan ulang oleh DPRD Sumut,” kata Raudin Purba.
Sebelumnya mereka mengaku prihatin dengan tergadainya Studio Film Sunggal. Mereka terus mendesak Pemprovsu untuk menuntaskan persoalan itu.
Insan film Sumut, terdiri dari, Ketua Forum Insan Film Sumatera Utara, H. Amsyal didampingi Baharuddin Saputra (Sekretaris), Dahri Uhum Nasution (Atok Ai) selaku Dewan Penasehat, Indra Taruna (dari Parsi), Hendri Medan, Adi Putra, Embar T Nugroho, Haposan Siregar, Diah Siregar, Zakaria M, Saut Hutabarat, Burhanuddin Nasution, Juherdi Chaniago (KSI), Siti Rahma, D. Rivai Harahap, Niko Pulungan, Burhan, Dayon Arora (dari Stufina), H Erwin Norman Siregar (dari Parfi) dan sejumlah tokoh perfilman Sumatera Utara.
Sebagaimana dikemukakan, keberadaan Studio Film Sunggal didirikan dari hasil penjualan karcis di bioskop Kota Medan, dan pajak tontonan yang dikutip pada tahun 1975-1977.
“Maka seharusnya statusnya dikembalikan kepada insan perfilman Sumatera Utara. Jika Studio Film Sunggal kembali dibangun dan dilengkapi dengan sarana yang baik, akan dijadikan tempat pendidikan dan pelatihan perfilman serta tempat produksi dan pengembangan film di Sumatera Utara, khususnya di Kota Medan. Sehingga nantinya, studio film tersebut akan dijadikan tempat pengembangan aktifitas dan kreatifitas para insan film di Sumut secara umum dan Kota Medan secara khusus, gunakan pengembangan daya inovasi para orang muda yang kini banyak meminati dunia sinematografi atau dunia perfilman,” papar H. Amsyal.
Studio Film Sunggal juga dianggap sebagai bukti sejarah perfilman di Indonesia secara nasional, karena merupakan satu-satunya Studio Film yang berada di luar Ibukota Jakarta, hal ini menjadi kebanggaan para insan film di Sumatera Utara.
Karena itulah, para insan film mempertanyakan langkah selanjutnya yang akan dilakukan Pemprovsu sesuai hasil tim inventarisasi studio film Sumatera Utara/Sunggal pada tahun 1994, ketika itu diketuai Drs Syarifuddin, Wakil Ketua Drs. H.M Nopel Nasution, Sekretaris Drs. R. Simanjuntak dan Wakil Sekretaris H.AR Qamar serta 6 orang anggota lainnya, yakni H.AS Rangkuti, Drs. Muhammad TWH, Johan Panggabean, H. Sibarani, Syamsul Bahri dan Mangadar S Naibaho.
Terungkap juga bahwa studio film Sunggal memiliki aset dengan nilai pembelian/produksi, yakni, tanah seluas 48.702M2, bangunan studio film, halaman/lapangan parkir, pagar, moubiler, mesin potong rumput, mesin pompa, Camera 35 mm merk arriflex, seperangkat alat Dubbing dan memproduksi film layar lebar “Buaya Deli”, dimana aset itu berjumlah total Rp 359.000.000. Namun, kesemua aset insan film dan aset Pemprovsu itu, kini sudah “raib” atau dihilangkan sehingga lahan eks studio film diokupasi (dikuasai) pemilik PT. Sunggal Ngarijan Salim.
Selain memberikan masukan untuk Plt. Gubernur Sumut Gatot Pujonugroho, Kapoldasu Irjen Pol.Drs Wisnu Amat Sastro dan jajarannya, para insan film juga menyampaikan tuntutan, diantaranya, mendesak Pemprovsu cq Plt. Gubernur Sumut agar bersungguh-sungguh menyelamatkan aset milik Negara cq Pemprovsu, yakni lahan eks studio film seluas 4 hektar lebih yang terletak di Jalan Pekan Sunggal, Kel. Sunggal, Kecamatan Medan Sunggal dari penguasaan pihak ketiga.
Pemprovsu diminta mengembalikan studio film yang sudah ada sejak tahun 1961 kepada Insan Film Sumatera Utara. Dan mendesak Polda Sumut terus berupaya keras menuntaskan pengusutan penguasaan aset milik Negara dari Mafia Tanah.
Segera Periksa dan Tangkap Ngarijan Salim dan Linda Kodrat yang sudah berstatus buron selama hampir lima tahun, sesuai Surat Dit Reskrim Poldasu No.Pol : DPO/34/VII/2006/Ditreskrim, dan Linda Kodrat No.Pol : DPO/35/VII/2006/Ditreskrim. Dan segera melakukan pemeriksaan terhadap mantan Anggota DPRD Medan yang kini Anggota DPRD Sumut pengganti antar waktu (PAW) Hardi Mulyono, atas keterlibatannya sebagai “penjaga tanah” sengketa yang merupakan aset Negara, sehingga sangat besar kepentingannya.
Tuntutan diperiksanya “HM”, terkait adanya pengakuan Hardi Mulyono pada 29 April 2006 di Kantor DPD Partai Golkar saat dilakukan “penyidangan” terhadap dirinya selaku Ketua Komisi A DPRD Medan ketika itu, dengan bangga mengucapkan “Saya Disuruh Ngarijan Salim Menjaga Tanah Itu”, ini adalah bukti kuat adanya penyalahgunaan wewenang, yang diduga terjadi penyuapan, pemalsuan serta ketidakberesan lainnya.
Keterlibatan Hardi Mulyono dalam kasus sengketa tanah Eks Lahan Studio Film antara Pemprovsu dengan Direktur PT. Sunggal Ngarijan Salim, dinilai telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, yakni ; Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi; Perbuatan melawan hukum; Menyalahgunakan kekuasaan, kesempatan atas sarana yang ada padanya karena jabatan dan kedudukannya dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain.(irm)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar