Minggu, 01 Mei 2011

Medan: Rahudman Aniaya Korban di Rumah Dinas



Rahudman Aniaya Korban di Rumah Dinas
MASFAR DI RUMAH SAKIT:
MEDAN
Meskipun polisi belum melakukan pengusutan, wartawan akhirnya mendapatkan rekaman video wawancara dengan Ir Masfar, korban penganiayaan yang dilakukan oleh Wali Kota Medan, Rahudman Harahap. Dalam wawancara berdurasi 9 menit 37 detik itu terungkap kalau korban dianiaya Rahudman di rumah dinas Wali Kota Medan.
Dalam wawancara itu korban masih terbaring di tempat tidur. Dengan kondisi terbata-bata, korban mengungkapkan kronologis kejadian yang menimpa dirinya. Menurut Masfar, awalnya bermula saat dia bertemu dengan istri Rahudman di acara antaran anak Bupati Labuhan Batu Selatan. “Karena sudah diundang rasanya saya sih tidak enak nggak datang, lalu saya kejarkan juga ke sana sebentar,” katanya.



Kemudian, katanya, yang punya hajatan meminta dia mengantar pulang istri Rahudman dan temannya. Karena Rahudman dan istrinya dianggap teman, Musfar mengantarkannya. Tapi, karena teman istri Rahudman mau turun di PRSU, Musfar mengantarkan ke PRSU, kemudian ibu wali kota diantarnya pulang. Karena macet di PRSU, agak terlambat sampai ke rumah dinas wali kota.
“Nah begitu sampai saya antar di rumah dinas, dia duduk di posisi belakang mobil, seolah dari muka saya


http://img.antaranews.com/new/2011/03/small/20110329113146wisjnu-kapolda-sumut.jpgsupir,” katanya. Sampai di rumah dinas Masfar pun berniat keluar dari komplek perumahan dinas wali kota. Tapi, Rahudman menyuruh satpam menutup pintu gerbang. “Satpam kemudian memanggil saya, katanya dipanggil Rahudman. Ya, karena saya merasa tidak bersalah, saya datangi saja, setelah saya datangi, pas dia berdiri dari tempat duduknya yang lagi santai di luar rumah, dia pun mendatangi saya. Nah begitu mendatangi saya, langsung dipukulnya muka saya dua kali,” kata Musfar dalam rekaman itu.
Tapi, karena merasa berada di halaman rumah Rahudman, Masfar tidak mau bereaksi.
“Saya diam aja. Kemudian ditarikkan oleh ajudannya saya, kemudian saya naik mobil lagi. Udah naik mobil, saya mau keluar lagi. Begitu mau keluar disuruh tutup lagi, merasa belum juga puas, dipukulnya lagi. Disuruhnya turun lagi saya, oleh Brimob yang menjaga di situ. Begitu turun dipukulnya saya lagi. Lagi-lagi saya nggak berontak, nggak bereaksi, saya diam aja,” katanya.
Kemudian, lanjutnya, isteri Rahudman keluar. Dilihatnya ada ribut-ribut, ditariknya suaminya Rahudman. Kemudian oleh ajudannya Masfar disuruh pulang. Nah, berselang tiga hari kemudian, anak Rahudman yang perempuan datang ke rumahnya jam 12 malam. “Anak perempuannya berteriak-teriak di depan rumah saya sembari mengatakan, kalau dia mau menagih utang,” beber Masfar.
“Karena merasa nggak punya utang, saya bilang bukan jam bertamu, besok ajalah. Terus saya masuk ke dalam rumah, pulang aja kalian saya bilang,” kata Masfar.
Tapi, katanya, anaknya memanjat pagar rumahnya, kemudian mendobrak rumahnya. “Dia menendang pintu rumah saya sampai jebol,” katanya. Bahkan tetangga yang mendengarkan keributan itu sempat keluar rumah menonton aksi anaknya.
“Sejak peristiwa itu saya dan keluarga terus diteror oleh orang-orang suruhannya. Puncaknya penyiraman tepatnya pada Selasa (26/4) pagi, saat itu saya berangkat kerja dengan mengendarai sepeda motor tepat di Jalan H Adam Malik, saya diserempet oleh dua orang yang tidak saya kenal, mereka menaiki sepeda motor dengan memakai helm,” tegas Masfar.
Keduanya menyemprotkan air ke mukanya. “Saya sempat mengelak tapi wajah bagian kanan tetap kena. Seperti air keras,” katanya. Kemudian, mungkin mereka belum merasa puas kembali menyemprotkan sekali lagi. “Saya tahan pakai tangan muka saya, kena tangan. Kemudian dia lari,” katanya.
Akibatnya, wajahnya menjadi perih seperti terbakar dan berteriak minta tolong. “Karena sudah tidak tahan dengan rasa sakit, saya terjatuh tak sadarkan diri,” beber Masfar. Masfar juga tidak tahu siapa yang membawa dirinya ke rumah sakit. Sementara itu berdasarkan keterangan beberapa warga di lokasi kejadian, tak mau berkomentar.
“Tidak ada kejadian penganiayaan di sekitar sini. Kalau pun ada pasti kami tahu,” jawab seorang warga. Tapi, warga lainnya mengakui bahwa kejadian penganiayaan itu benar ada terjadi.
“Pemukulan seorang PNS itu dilakukan oleh beberapa orang laki-laki berpakaian safari. PNS itu dipukuli dan dikeroyok. Akibat pemukulan itu, pegawai PNS itu wajahnya berdarah-darah. Saat itu orang yang dipukuli memakai seragam PNS,” tegasnya.
Yang pasti, Polresta Medan sudah menerima pengaduan resmi dari keluarga korban dengan pelapor atas nama Sri Listrikaningsih (41), istri Ir Masfar. Laporan penganiayaan dan penyiraman soda api tertuang dalam Surat Tanda Penerimaan Laporan (STPL) Nomor: STPL/1033/IV/2011/SU/Resta Medan tertanggal 25 April 2011. STPL ditandatangani penyidik pembantu, Bripka Robert Panjaitan dan diketahui Inspektur dinas B, Aiptu Zul Efendi.
Untuk melengkapi berkas perkara, laporan pengaduan korban telah dilengkapi surat permohonan visum et repertum kepada pihak Rumah Sakit (RS) Columbia Asia Jalan Listrik, Medan dengan nomor R/169/IV/2011/Resta Medan.
Wali Kota Medan Rahudman Harahap yang dikonfirmasi wartawan Sumut Pos, Rabu (27/4) lalu menjawab, “Percaya kau, abang kau ini kayak gitu. Itu kerjaan orang-orang syirik, yang nggak senang dengan abangmu ini,” tegasnya sambil menuju mobil dinasnya.
Kapolresta Medan Kombes Pol Tagam Sinaga tetap menutupi kasus tersebut. Menurut petinggi polisi Kota Medan itu, hingga saat ini polisi belum menerima laporan konkret dari korban yang kini dirawat di Rumah Sakit Columbia Asia di Jalan Listrik Medan. Makanya, polisi belum dapat melanjutkan penyelidikan terhadap pelaku.
“Sekali lagi saya katakan, polisi tidak bisa berandai-andai, harus sesuai dengan bukti-bukti dan fakta hukum. Dalam undang-undang itu tidak ada andai-andai,” kata Tagam.
Menurutnya, dalam membuktikan kebenaran hukum pihak kepolisian perlu adanya alat bukti dan fakta-fakta. “Kita tidak membutuhkan pengakuan atau pernyataan. Dalam penyelidikan untuk membuktikan kebenaran itu kita hanya butuh bukti dan fakta-fakta, nggak perlu ada pengakuan,” lanjutnya.
Diakuinya, polisi tidak berwenang memeriksa Rahudman Harahap sebagai Wali Kota kecuali atas persetujuan presiden. “Polisi tidak berhak memeriksa wali kota, tanpa ada persetujuan presiden,” urainya.
Menurut Tagam, polisi sangat responsif dalam menerima informasi dari semua pihak untuk mempermudah penyelidikan terhadap korban. “Pada prinsipnya kita cukup responsif dalam menerima informasi,” lanjutnya. Hingga saat, katanya, pihaknya masih melakukan penyelidikan,” katanya.
“Masih lidik sama seperti kemarin belum ada perkembangan,” katanya.
Saat disinggung soal indikasi dugaan keterlibatan Wali Kota Medan Rahudman Harahap sebagai pelaku penganiayaan? Tagam langsung marah.
Sementara Kabid Humas Polda Sumut AKBP Raden Heru Prakoso mengaku, pelapor masih dalam pemeriksaan. Namun Heru mengelak dan berdalih pelapor belum diperiksa secara lengkap. “Ya, masih pemeriksaan terhadapa pelapor. Pelapornya belum dapat diperiksa secara baik memang sudah dipanggil ke Mapolresta kemarin. Cuma yang bersangkutan belum hadir,” tandasnya.
Terkait pengamanan terhadap korban di rumah sakit, Heru mengaku, polisi tidak ada melakukan pengamanan terhadap korban. “Tidak ada pengamanan dari pihak kepolisian kepada korban,” katanya.
Minta Perlindungan DPD RI
Keluarga Masfar meminta perlindungan dan bantuan dari anggota DPD RI asal Sumatera Utara, Rahmat Shah. Rahmat Shah ketika dihubungi mengaku, dia memberikan perlindungan bagi Masfar. “Kondisi Masfar

Ini gan namanya Pak Rahmadsyah

sendiri sudah mulai membaik. Dia sudah tidak di ICU lagi tapi sekarang sudah di ruangan rawat inap di lantai 7 rumah Sakit Columbia Asia Jalan Listrik Medan,” tegas Rahmat Shah.
Sementara itu ketika disinggung soal penjagaan ketat yang dilakukan oknum-oknum, Rahmat Shah mengaku mereka itu adalah orang-orangnya. “Tidak ada anggota aparat. Itu orang-orang saya yang ditempatkan di ruangan itu untuk melakukan penjagaan. Hal ini mengingat jiwa korban masih terancam. Penjagaan itu saya lakukan karena keluarga korban datang dan minta perlindungan dari saya, untuk itulah saya lakukan karena nyawa korban terancam,” tegas anggota DPD RI dari Sumut itu.
Rahmat Shah juga mengakui penjagaan yang dilakukannya dengan menempatkan anggotanya, karena saat itu nyawa korban terancam.
“Saat itu belum ada anggota polisi satupun yang melakukan penjagaan. Setelah saya melakukan koordinasi dengan Kapoldasu, akhirnya petugas kepolisian ditempatkan di ruangan itu untuk menjaga korban,” tegas Rahmat Shah.
Siapa pelakunya kok dijaga ketat? “Saya belum bisa mengatakan apakah pelakunya orang-orang suruhan pejabat Pemko Medan atau tidak. Kita serahkan kasus ini pada polisi, biarkan polisi bekerja. Kalau pun memang pelakunya adalah pejabat itu, saya sangat sayangkan dengan perbuatan itu, saya juga meminta pada polisi untuk mengusut kasus itu,” tegas Rahmat Shah.


Sementara itu, Pengamat Hukum dari UMSU Farid Wajedi SH Mhum mengatakan, dalam mengusut pelaku penganiayaan yang diduga dilakukan oleh oknum pejabat teras Pemko Medan, polisi harus transparan dan harus berani tanpa memperdulikan kedudukan, jabatan, pejabat atau tidak. “Ya itu dong polisi harus terbuka tanpa pandang bulu apakah itu pejabat. Harus ditindak sesuai hukum,” ujarnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar